Rabu, 26 November 2014

Racun Tikus (Rodentisida)

Rodentisida


            Tikus juga merupakan organisme penggangu yang bnayak merugikan manusia. Di bidang pertanian, tikus sering menyerang tanaman pangan, hortikltura, dan tanaman perkebunan dalam waktu yang singkat dengan tingkat kerugian yang besar. Berbagai stadia umur tanaman diserangnya, mulai dari pembibitan, masa pertumbuhan sampai hasil panen yang tersimpan di guadang. Di peternakan, tikus sering mengambil pakan ternak. Selain itu, tikus dapat menjadi sarana bagi beberapa pathogen yang dapat menimbulkan penyakit bagi manusia dan hewan piaraan.
Tikus sawah dapat berkembang biak mulai umur 1,5-5 bulan. Setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari. Seekor tikus betina melahirkan rata-rata 8 ekor anak setiap kali melahirkan, dan mampu kawin lagi dalam tempo 48 jam setelah melahirkan serta mampu hamil sambil menyusui dalam waktu yang bersamaan. Selama satu tahun seekor betina dapat melahirkan 4 kali, sehingga dalam satu tahun dapat dilahirkan 32 ekor anak, dan populasi dari satu pasang tikus tersebut dapat mencapai + 1200 ekor turunan. Hal ini menyebabkan penyerangan besar-besaran di persawahan utamanya. Ada beberapa cara untuk memberantas tikus tersebut salah satunya dengan menggunakan bahan kimia yang disebut dengan rodentisida.
Rodentisida adalah racun untuk membasmi hama tikus, baik tikus di sawah atau kebun maupun di permukaan. Dalam pengendalian hama tikus kita memerlukan strategi dan waktu yang tepat, didunia pertanian tikus biasanya akan menyerang bila penanaman padi tidak berselang atau diistirahatkan dulu pada fase vegetatif dan fase generatif, cara pengendalian yang biasa dilakukan oleh para petani dilakukan gropyokan dan pengemposan dengan menggunakan rodensida.
Berdasarkan cara penggunaannya rodentisida terdiri dari dua jenis yaitu rodentisida yang harus dicampurkan dengan umpan yang disenangi tikus (seperti; beras, jagung, ketela pohon dan ubi jalar) dan rodentisida siap pakai yaitu umpan yang telah mengandung racun. Penggunaan rodentisida didasarkan atas adanya aktivitas tikus yaitu dengan adanya pengamatan atas jejak tikus, kotoran tikus atau gejala serangan tikus. Masalahnya tikus sangat terampil menghindar terhadap setiap tindakan pengendalian. Oleh karena itu rodentisida yang efektif biasanya dalam bentuk umpan beracun.

Rodentisida digolongan menajdi dua berdasarkan cara kerjanya, yaitu rodentisida akut (kontak) dan rodentisida kronis (antikoagulan/sistemik). Rodentisida akut akan menyebabkan kematian secara cepat, kematian biasanya terjadi 3-14 jam setelah peracunan. Sedangkan rodentisida kronis menyebabkan kematian secara lambat, kematian terjadi beberapa hari kemudian setelah memakan umpan racun kronis tersebut. Kelebihan rodentisida akut yang cepat membunuh tikus juga memiliki kelemahan rodentisida akut yaitu dapat menimbulkan jera umpan, ketika satu atau beberapa tikus mati karena memakan umpan tikus maka gerombolan tikus sudah saling mengkode sehingga tikus tidak akan memakan umpan racun tersebut lagi. Rodentisida kronis menyerang secara sistemik sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama, namun rodentisida kronis memiliki beberapa keunggulan dibandingkan rodentisida akut. Rodentisida kronis tidak menyebabkan jera umpan karena serangan yang lambat sehingga tikus tidak menyadari penyebab kematiannya dan saat diberi umpan racun tersebut tidak akan memiliki efek jera. Tingkat efektifitas pengendalian rodentisida kronis cukup tinggi dan bersifat spesifik sehingga mengurangi bahaya bagi jasad bukan sasaran. Jadi, penggunaan rodentisida yang bersifat sistemik lebih baik dibandingkan dengan rodentisida kontak (akut) karena tidak menimbulkan efek jera umpan.

1 komentar: